Kamis, 19 Mei 2011

PRODUKSI TULANG IKAN

Pendahuluan 
Pembuatan cangkang kapsul dari gelatin tulang ikan sangat penting artinya
untuk negara Indonesia yang mayoritas warganya adalah muslim. Hal ini berkaitan
dengan hukum syariat islam yang mewajibkan pengikutnya untuk mengkonsumsi
sesuatu yang jelas kehalalannya. Gelatin yang terbuat dari tulang ikan sangat terjamin
kehalalannya sedangkan gelatin yang terbuat dari tulang hewan mamalia masih
diragukan kehalalannya baik dari jenisnya seperti babi atau proses penyembelihan
atau pemotongannya misalnya dalam menyembelih tidak menyebut Asma Allah dan
memotong tidak melalui urat leher. Isu-isu lain yang dapat mengkwatirkan
pemakaian gelatin dari hewan mamalia terutama sapi adalah maraknya berita tentang
penyakit sapi gila (mad cow disease).
Ekstraksi gelatin dari tulang ikan merupakan usaha pemanfaatan limbah
industri pengolahan ikan yaitu dari industri pengalengan dan filet. Selama ini tulang
ikan sebagai limbah belum termanfaatkan secara optimal, yaitu hanya digunakan
untuk bahan pembuatan pakan atau pupuk sehingga nilai ekonomisnya sangat kecil.
Selain itu, pemanfaatan tulang ikan sebagai bahan baku gelatin merupakan
pengolahan bersih (cleaner production) dari pengolahan ikan. Produksi bersih
merupakan konsep pengolahan untuk mengurangi dampak terhadap pencemaran
lingkungan.
Proporsi tulang ikan terhadap tubuh ikan mencapai 12,4 persen. Tulang ikan
yang dihasilkan dari industri filet nila pada tahun 2003 sekitar 900 ton sedangkan dari
pengalengan ikan tuna sekitar 5.803 ton. Umumnya rendemen gelatin dari tulang ikan
sekitar 12 persen, sehingga diperkirakan gelatin yang dapat diperoleh dari 6.703 ton
tulang ikan adalah 804,6 ton (Abudullah, 2005).
Produksi gelatin dari tulang ikan yang sangat besar tersebut, dapat membantu
pemerintah dalam meningkatkan pendapatan domistik brutonya. Hal ini disebabkan
untuk memenuhi kebutuhan gelatin dalam negeri selama ini masih mengimpor
seluruhnya. Impor gelatin sejak tahun 2000 terus meningkat dan pada tahun 2003
telah mencapai 6.233 ton dengan nilai Rp. 69.622.370.000,-. Negara pemasok gelatin
ke Indonesia tiga terbesar adalah China (3.877 ton), Jepang (969 ton) dan Perancis
(278 ton). (Departemen Kelautan dan Perikanan dalam Abdullah, 2005).
Dengan demikian sangat penting dilakukan serangkaian penelitian yang
diawali dengan mengkarakterisasi sifat fisikkimia dan proksimat gelatin hasil ektrasi
dari tulang ikan sebagai langkah awal untuk memulai produksi gelatin dari tulang
ikan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kapsul dengan sifat
termomikanik yang sebanding dengan kapsul yang terbuat dari gelatin sumber
lainnya. Kapsul yang terbuat dari gelatin ikan ini akan terjamin

Gelatin
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang,
dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana
glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang
menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin
(Chaplin, 2005).
Asam-asam amino saling terikat melalui ikatan peptida membentuk gelatin.
Pada Gambar 2 dapat dilihat susunan asam amino gelatin berupa Gly-X-Y dimana X
umumnya asam amino prolin dan Y umumnya asam amino hidroksiprolin. Tidak
terdapatnya triptofan pada gelatin menyebabkan gelatin tidak dapat digolongkan
sebagai protein lengkap (Grobben, et al. 2004)

Berat molekul gelatin rata-rata berkisar antara 15.000 – 250.000. Menurut
Chaplin (2005), berat molekul gelatin sekitar 90.000 sedangkan rata-rata berat
molekul gelatin komersial berkisar antara 20.000 – 70.000
Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses
pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku
diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan
sebutan proses asam. Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang
diaplikasikan adalah perlakuan basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997).
Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam adalah tulang dan
kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada proses basa adalah
tulang dan kulit jangat sapi. Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikatagorikan
sebagai gelatin tipe A. Secara ekonomis, proses asam lebih disukai dibandingkan
proses basa. Hal ini karena perendaman yang dilakukan dalam proses asam relatif
lebih singkat dibandingkan proses basa.
Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan berikut:
1. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai
3. Perubahan konfigurasi rantai
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol,
propilen glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon
tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organic lainnya. Menurut Norland
(1997), gelatin mudah larut pada suhu 71,1oC dan cenderung membentuk gel pada
suhu 48,9 oC. Sedangkan menurut Montero, et al. (2000), pemanasan yang dilakukan
untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 49oC atau biasanya pada suhu 60 –
70oC.
Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel,
membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film,
mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker,
1982). Menurut Utama (1997), sifat-sifat seperti itulah yang membuat gelatin lebih
disukai dibandingkan bahan-bahan semisal dengannya seperti gum xantan, keragenan
dan pektin.
2.3. Pembuatan Gelatin
Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan kedua proses ini terletak pada proses
perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis bahan
yang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metode
ekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbeda-beda (Gilsenan,
et.al, 2000)
Menurut Hinterwaldner (1977), proses produksi utama gelatin dibagi dalam
tiga tahap : 1) tahap persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non
kolagen dari bahan baku, 2) tahap konversi kolagen menjadi gelatin, dan 3) tahap
pemurnian gelatin demean penyaringan dan pengeringan.
Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan tulang. Kulit atau
tulang dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar yang mengandung
deposit-deposit lemak yang tinggi. Untuk memudahkan pembersihan maka
sebelumnya dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1 –2 menit (Pelu, et al.,
1998). Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut degresing,
dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu
antara 32 – 80oC sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum (Wars dan
Courts, 1977).
Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu dilakukan
proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam kalsium dan garam
lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah lumer disebut ossein
(Utama, 1997). Menurut Wiyono (1992), asam yang biasa digunakan dalam proses
demineralisasi adalah asam klorida dengan konsentrasi 4 – 7 %. Sedangkan menurut
Hinterwaldner (1977), proses demineralisasi ini sebaiknya dilakukan dalam wadah
tahan asam selama beberpa hari sampai dua minggu.
Selanjutnya pada kulit dan ossein dilakukan tahap pengembungan (swelling)
yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen
menjadi gelatin (Surono, et al., 1994). Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan
dengan larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat,
suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung. Sedangkan
asam anorganik yang biasa digunakan adalah asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat
Jenis pelarut alkali yang umum digunakan adalah sodium karbonat, sodium
hidroksida, potassium karbonat dan potassium hidroksida (Choi and Regestein, 2000)
Menurut Ward dan Court (1977) asam mampu mengubah serat kolagen triple
heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam basa hanya mampu
menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah
kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa.
Karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menghidrolisis kolagen. Menurut Utama (1997), tahapan ini harus dilakukan
dengan tepat (waktu dan konsentrasinya) jika tidak tepat akan terjadi kelarutan
kolagen dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang
dihasilkan.
Hasil penelitian Surono et al., (1994) dalam pembuatan gelatin dari kulit ikan
cucut menunjukkan bahwa pada tahap pengembungan kulit lama perendaman yang
terbaik adalah 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 4%. Sedangkan Ariyanti
(1998), dalam pembuatan gelatin dari tulang domba menggunakan larutan HCl 5 %
dengan waktu perndaman 1 –2 hari.
Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang dipanaskan.
Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Suhu minimum
dalam proses ekstraksi adalah 40 – 50oC (Choi and Regenstein, 2000) hingga suhu
100oC (Viro, 1992). Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH
4 – 5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponenkomponen
protein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan
(Hinterwaldner, 1997) Apabila pH lebih rendah perlu penanganan cepat untuk
mencegah denaturasi lanjutan (Utama, 1997).
Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total solid larutan
gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 –
50oC (Choi and Regenstein, 2000) atau 60 – 70oC (Pelu et al., 1994). Pengecilan
ukuran dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan sehingga proses dapat
berlangsung lebih cepat dan sempurna. Dengan demikian gelatin yang dihasilkan
lebih reaktif dan lebih mudah digunakan (Utama, 1997)

Tulang ikan
Degreasing (penghilangan lemak).
Direndam pada air mendidih selama 30 menit
Pengecilan ukuran 2 – 5 cm2
Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam)
Ossein
Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6 – 7)
Ekstraksi dalam Waterbath pada suhu 90oC selama 7 jam
Ekstrak disaring
Dipekatkan dengan Evaporator
Dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC selama 24 jam
Pengecilan ukuran/penepungan
Pengamatan
Rendemen, proksimat dan fisikokimianya


Rendemen Gelatin
Nilai rendemen dari suatu pengolahan bahan merupakan parameter yang
penting diketahui untuk dasar perhitungan analisis finansial, memperkirakan jumlah
bahan baku untuk memproduksi produk dalam volume tertentu, dan mengetahui
tingkat efisiensi dari suatu proses pengolahan. Nilai rendemen gelatin dari ekstraski
berbagai jenis tulang ikan dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar