Senin, 23 Mei 2011

TAKDIR VS PILIHAN

Takdir vs Pilihan saya menulis bahwa hidup itu adalah takdir dan juga pilihan. Akan tetapi pada hakikatnya filosofi kehidupan mengatakan bahwa hidup adalah takdir. Alasannya adalah jika kita mengatakan bahwa hidup ini adalah pilihan, secara lebih dalam kita bisa memahami bahwa pilihan kita itulah takdir kita, jika kita memilih maka takdir kita adalah memilihnya. Akan tetapi jika tidak memilih, maka tidak memilih itu juga adalah takdir kita.
Suatu kejadian dalam hidup kita sudah digariskan oleh-Nya. Akan tetapi kita masih diberi kesempatan berbuat untuk menjadi pribadi yang lebih baik, yaitu bagaimana kita mensikapi takdir kita tersebut. Jika kita ingin menjadi orang yang mulia tentu kita akan mensiakapi takdir kita dengan kemuliaan pula.
Tuhan adalah Maha Pengasih dan Penyayang. Dia tahu yang terbaik bagi kita. Oleh sebab itu positif thinking terhadap garis dan ketentuan-Nya adalah hal yang terbaik yang bisa kita lakukan dan tentunya diiringi dengan ikhtiar maksimal se-optimal mungkin. 
 Jika mengalami kejadian buruk—menurut perspektif kemanusiaan kita—tidak ada slahnya dan memang harus kita lakukan yang terbaik agar kita dapat merubah suatu hal yang tidak kita inginkan menjadi yng terbaik bagi kita. Karena firman tuhan : “sesungguhnnya tuhan sekali-kali tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai kaum itu mau merubahnya”
Tuhan, kita, takdir, usaha…semua adalah takdir yang sudah ditakdirkan olehnya. Dan yang perlu kita ingat adalah, tuhan memberikan kita pilihan, yaitu merubah diri/usaha dalam menjalani takdir kita.
Jadi dalam takdir kita terdapat pilihan. Pilihan kita atau pilihan tuhan….
Salam Indonesia

Minggu, 22 Mei 2011

MAKALAH


MATA KULIA  : DIVERSIVIKASI HASIL PERIKANAN
NAMA DOSEN: Ir Aryanti Susilowati.M,Si









DISUSUN OLEH

LAMALIKI PADAI
STK 19002














SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KELAUTAN (STITEK) BALIK DIWA MAKASSAR




DAFTAR ISI

                                                                                                                                       HAL
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN
A.PENGERTIANSOSIS……………………………………………………………………1
B.SEJARAHSOSIS…………………………………………………………………………1
BAB II PEMBAHASAN
2.1JENISSOSIS……………………………………………………………………………..2
2.2KOMPONENPENYUSUN………………………………………………………………2
2.3PENGAWETdanPEWARNA……………………………………………………………3
2.4JENISCASING………………………………………………………………………….4
2.5NILAIGIZI………………………………………………………………………………4
2.6BUMBUDANBAHANPENYEDAP……………………………………………………5
2.7CARAPEMBUATANSOSIS……………………………………………………………6












KATA PENGANTAR


Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah SOSIS” Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk untuk mendapatkan nilai hasil final di mata kulia DIVERSIKVIKASI HASIL PERIKANAN
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada .
Dalam penyusunan makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca umumnya


                                                                                                              Makassar,22Mei  2011



                                                                                                                          Penyusun















BAB I
PENDAHULUAN

A.PENGERTIAN SOSIS

 Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, terna dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis merupakan topping populer untuk pizza.Sosis terdiri dari bermacam - macam tipe, ada sosis mentah dan juga sosis matang. Di Indonesia terdapat berpuluh - puluh merk sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa, tergantung kontain sosisnya.
B.SEJARAH SOSIS
Kata sosis berasal dari kata dalam bahasa Latin “Salsus”, yang berarti diasinkan atau diawetkan. Jaman dahulu, dimana mesin pendingin belum ditemukan untuk mengawetkan daging, maka pembuatan sosis menjadi salah satu alternatif Dalam sejarahnya, diperkirakan sosis dibuat oleh orang Sumaria ( sekarang Irak ) sekitar tahnun 300SM. Sosis pertama kali dikenali dari dokumen Yunani yang ditulis sekitar tahun 500SM. Dan dalam perkembangannya sosis menjadi makanan yang mendunia, dengan negara Jerman sebagai kiblatnya. Sosis bagi orang Jerman adalah termasuk makanan primer dengan lebih dari 1200 macam sosis diproduksi. Awalnya, seorang tukang daging yang pandai mempunyai ide untuk menyatukan daging giling dengan garam dan bumbu – bumbu yang disatukan dalam suatu selongsong. Kemudian selongsong daging tersebut dimasak dengan cara direbus, diasap atau dikeringkan. Pengasapan menjadi salah satu metode pengawetan yang populer hingga saat ini., bahkan menjadi “rasa khas”. Sosis dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : - Cooked Sausage, dibuat dari daging segar yang kemudian dimasak / direbus. Sosis jenis ini biasanya dimakan segera setelah dimasak atau apabila disimpan maka dipanaskan sebelum dimakan. Contoh sosis jenis ini adalah sosis Veal, Braunschweiger.
- Cooked Smoked Sausages, hampir sama dengan Cooked Sausage, tetapi setelah direbus maka sosis diasap atau diasap baru kemudian direbus. Sosis jenis ini dapat dimakan panas atau dingin, tetapi disimpan dilemari pendingin, Contohnya Wiener, Kielbasa atau Bologna.
- Fresh Sausage, dibuat dari daging yang belum mengalami pelayuan. Sosis jenis ini harus didinginkan dan dimasak sebelum dimakan. Contohnya Fresh Beef sausage
- Fresh Smoke Sausage adalah Fresh Sausage yang diasap. Sosis ini juga harus didinginkan dan dimasak sebelum dimakan. Contohnya dalah Mettwurst.
- Dry sausage, adalah Fresh sausage yang dikeringkan.Sosis jenis ini biasanya dimakan dalam kondisi dingin dan didiamkan dalam jangka waktu lama. Sekarang sosis diproduksi di banyak negara, dan masing
– masing negara mengembangkan sosis dengan ciri khasnya. Sosis dibuat dengan menggunakan dagaing dan bumbu lokal dan dimasak sebagai masakan tradisional. Bahkan sosis menjadi identik dengan daerahnya, misalnya sosis Bologna aslinya adalah nama kota di Itali Utara, sosis Lyon berasal dari Lyon, Perancis, di Inggris misalnya Berkshire, Wiltshire, Lincolnshire dan lain – lain. Semua jenis sosis sangat dipengaruhi dengan bumbu asli daerah serta iklimnya. Sosis dapat digunakan sebagai isi roti ( seperti hot dog, sosis roll atau bahkan dibungkus dengan tortilla ), direbus atau sebagai bahan dalam masakan tradisional. Bahkan saat ini mudah dijumpai sosis untuk vegetarian atau biasa disebut sosis vegan. Sosis seperti itu dibuat dari tahu, kacang sayur – sayuran. Sosis pada masa ini secara umum dapat dibuat menjadi 2 jenis, yaitu jenis sosis yang menggunakan bahan pengganti daging, tepung, bahan pewarna serta rasa buatan untuk mendekati rasa dan tekstur daging semirip mungkin dengan daging murni. Sedang jenis yang lain menggunakan daging murni, bumbu dan sayuran segar untuk lebih menonjolkan rasa.


















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 JENIS SOSIS

Kramlich (1971) membagi sosis menjadi enam kelas. Sementara itu, Forrest et al (1975) membagi sosis menjadi enam kategori berdasarkan metode pembuatan yang digunakan oleh pabrik, yaitu: sosis segar, sosis asap-tidak dimasak, sosis asap-dimasak, sosis masak, sosis fermentasi, dan daging giling masak.

Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Sosis segar tidak dimasak sebelumnya dan biasanya tak diasapi, sehingga sebelum dikonsumsi, sosis segar harus dimasak
Sosis masak dibuat dari daging yang telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi. Daya simpannya lebih lama daripada sosis segar. Contohnya, frankfurter dan hot dog.

Dilihat dari jenis dagingnya, sosis dapat terdiri dari beberapa macam, yaitu sosis sapi, sosis ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan casing usus babi. Sosis itu dinamakan urutan

2.2 Komponen Penyusun  

Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat.

Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah pengerutan protein, mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein.

Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa, pengembang protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas pengikatan air (water holding capacity = WHC), serta sebagai pengawet. Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatkan WHC pada sosis.

Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat sering ditambahkan dalam bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk membantu pemerahan daging. Selain itu, asam askorbat juga berfungsi sebagai antioksidan agar produk tidak mudah tengik. 
Untuk mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis.


2.3 Pengawet dan Pewarna
Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah nitrit. Aktivitas antibakteri nitrit telah diuji dan ternyata efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri Clostiridium botulinum, yang dikenal sebagai bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Nitrit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora Clostiridium botulinum, Clostiridium perfringens, dan Stapylococcus aureus pada daging yang diproses.

Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses kuring daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil. Nitrit akan terurai menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya bakal bereaksi dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobin.

Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan banyak keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Nitrosodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan bersifat karsinogen kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada beberapa organ tikus percobaan.

Jenis bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada sosis berdasarkan SNI 01-0222-1995 adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium nitrat (500 mg/kg), kalium nitrit (125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/kg), serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis pewarna yang biasa digunakan pada sosis adalah eritrosin dan merah allura, masing-masing dengan kadar maksimal 300 mg/kg.

2.4 Jenis Casing
Terdapat tiga jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet.

Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan.

Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak.

2.5 Nilai Gizi  
Sosis merupakan produk olahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya.
Produk olahan sosis kaya energi dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan kolesterol dan sodium yang cukup tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit jantung, stroke, dan hipertensi jika dikonsumsi berlebihan.

Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01–3820-1995) adalah: kadar air maksimal 67 persen, abu maksimal 3 persen, protein minimal 13 persen, lemak maksimal 25 persen, serta karbohidrat maksimal 8 persen. 

Kenyataannya, banyak sosis di pasaran yang memiliki komposisi gizi jauh di bawah standar yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan pemakaian jumlah daging kurang atau penggunaan bahan tidak sesuai komposisi standar sosis.
Sosis ikan adalah salah satu olahan yang dibuat dari pasta ikan yang ditambah dengan bumbu-bumbu, kemudian dibungkus/dikemas dengan usus kambing atau pengemas lainnya yang biasa disebut “Casing”.Jenis-jenis ikan yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat sosis ikan adalah ikan kakap, tenggiri, ekor kuning, taking-talang dan ikan remang. Di samping itu ada beberapa jenis ikan dasar yang merupakan hasil samping tangkapan udang (golongan trasfish) seperti bloso, selanget, kuniran, mata besar, tigawaja, dll.
Jenis-jenis ikan tersebut termasuk ikan yang harganya relatif murah, berkulit keras tetapi dagingnya mengandung protein yang sama dengan jenis ikan lain. Ikan yang berwarna putih/krem, bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sosis ikan. Daging ikan dari golongan trasfish biasanya diolah menjadi surimi yang dapat digunakan sebagai bahan baku sosis ikan.
2.6 Bumbu-bumbu dan Bahan Penyerta
Bumbu-bumbu yang diperlukan untuk pembuatan sosis ikan adalah
  1. garam : 2,5 % – 3 %
  2. gula halus : 1,5 %
  3. merica/lada : 0,5 %
  4. minyak goreng : 2,5 % – 3 %
  5. bumbu masak : 0,7 %
  6. condiment : 2 %
    ( dibuat dari campuran bawang merah, bawang putih dan jahe dengan perbandingan 15 : 3 : 1 ).
Selain bumbu, digunakan juga bahan-bahan penyerta antara lain :
  1. tepung tapioca 10 %
  2. putih telur ( untuk 1 kg daging ikan digunakan 2 putih telur )
  3. usus kambing atau bahan casing lainnya sesuai kebutuhan
  4. es batu secukupnya
Persentase bumbu-bumbu dan bahan pembantu dihitung berdasarkan berat
daging ikan.

2.7 Cara Pembuatan Sosis Ikan
  • Pembuatan Adonan
Pertama-tama ikan difillet kemudian diambil dagingnya dan giling hingga lumat / halus. Kamudian tambahkan garam sedikit demi sedikit pada daging yang telah halus dan diaduk hingga merata.
Masukkan minyak goreng, aduk terus sampai tercampur rata. Tambahkan tepung tapioca sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Kemudian berturut-turut masukkan gula halus, merica halus, condiment, bumbu masak, dan putih telur dan diaduk sampai homogen. Masukkan bongkahan-bongkahan es batu pada saat pencampuran/pengadukan, sehingga diperoleh sosis ikan dengan elastisitas yang baik .
  • Pengisian Adonan Ke dalam Casing
Adonan yang telah siap dimasukkan ke dalam “stufler” lalu isikan ke dalam casing (usus kambing) dengan cara menekan/menyemprotkan. Usahakan tidak terdapat rongga-rongga udara di dalam casing tersebut. Tentukan ukuran panjang sosis yaitu kira-kira 4 – 6 cm, kemudian ikat dengan tali, biarkan sampai beberapa ikatan.





·         Perebusan
Perebusan sosis ikan dilakukan dengan cara merebus sosis ke dalam air panas dengan suhu + 60 C selama 20 menit. Kemudian rebus kembali dalam air panas dengan suhu 90 C hingga matang. Setelah matang angkat dan tiriskan.
  •  Penyimpanan dan Penyajian
Untuk memperpanjang daya awet, sosis ikan dapat disimpan pada suhu rendah di lemari es. Sebelum disimpan, sosis ikan sebaiknya diasap terlebih dahulu.
Apabila akan disajikan,terlebih dahulu Sosis ikan digoreng dengan margarine/mentega ( 3 – 5 menit ). Sebagai pelengkapnya dapat pula diberi sambal dan saus








                                                                 







BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil proses pengolahan dan hasil yang didapatkan di berbagai referensi di internet tentang sosis kami dapat menyimpulkan bahwa produk sosis adalah suatu makanan yang nilai gizinya tinggi dan juga dapat di konsumsi dengan berbagai macan umur .dan juga bhan baku sosis tidak susah dicari,tetapi produk sosis tidak bole dikonsmsi secara berlebihan,karna sosis mengandung kolestrol yang tinggi khususnya sosis daging .karena akan menyebabkan penyakit jantung .



PERBEDAAN EUKARYOTA DAN PROKARYOTA

1.Apa Perbedaan Ekaryota dan Prokaryota
Jawab :
Sel pada makhuk hidup dibedakan atas dasar struktur sel menjadi dua kelompok yaitu kelompok sel prokaryotik dan sel eukaryotik. Sel eukaryotik memiliki kompartemen sitoplasma yang dikelilingi membran yang jelas, nukleus berisikan DNA. Sel prokaryotik tidak memiliki membran nukleus yang jelas untuk melindungi DNA (Gambar 5). Tumbuhan, fungi, dan hewan adalah eukaryota. Bakteri dan archae adalah prokaryota.

Kebanyakan sel prokaryota berukuran kecil dan berpenampilan sederhana dan hidupsebagai individu independen atau dalam komunitas yang terorganisasi secara longgar. Jenisini berbentuk sferis atau batang, berukuran beberapa mikrometer dalam dimensi linear. Sel prokaryota juga memiliki lapisan perlindungan yang kuat, dinding sel, dan di bawah dinding sel terdapat membran plasma yang menutupi kompartemen sitoplasma tunggal yang berisi


2.
CENTRIGUTOR

TABUNG EPPENDOF
ELEKTROFORESIS


Kamis, 19 Mei 2011

SOSIS IKAN

Sosis adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, terna dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis merupakan topping populer untuk pizza.Sosis terdiri dari bermacam - macam tipe, ada sosis mentah dan juga sosis matang. Di Indonesia terdapat berpuluh - puluh merk sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa, tergantung kontain sosisnya.

Jenis Sosis     
Kramlich (1971) membagi sosis menjadi enam kelas. Sementara itu, Forrest et al (1975) membagi sosis menjadi enam kategori berdasarkan metode pembuatan yang digunakan oleh pabrik, yaitu: sosis segar, sosis asap-tidak dimasak, sosis asap-dimasak, sosis masak, sosis fermentasi, dan daging giling masak.

Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Sosis segar tidak dimasak sebelumnya dan biasanya tak diasapi, sehingga sebelum dikonsumsi, sosis segar harus dimasak
Sosis masak dibuat dari daging yang telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi. Daya simpannya lebih lama daripada sosis segar. Contohnya, frankfurter dan hot dog.

Dilihat dari jenis dagingnya, sosis dapat terdiri dari beberapa macam, yaitu sosis sapi, sosis ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan casing usus babi. Sosis itu dinamakan urutan

Komponen Penyusun  
Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat.

Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah pengerutan protein, mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein.

Penambahan garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa, pengembang protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas pengikatan air (water holding capacity = WHC), serta sebagai pengawet. Penambahan fosfat akan bersinergi dengan garam untuk meningkatkan WHC pada sosis.

Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat sering ditambahkan dalam bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk membantu pemerahan daging. Selain itu, asam askorbat juga berfungsi sebagai antioksidan agar produk tidak mudah tengik. 
Untuk mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis.

Pengawet dan Pewarna
Pada pembuatan sosis, bahan pengawet yang sering digunakan adalah nitrit. Aktivitas antibakteri nitrit telah diuji dan ternyata efektif untuk mencegah pertumbuhan bakteri Clostiridium botulinum, yang dikenal sebagai bakteri patogen penyebab keracunan makanan. Nitrit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora Clostiridium botulinum, Clostiridium perfringens, dan Stapylococcus aureus pada daging yang diproses.

Selain sebagai pengawet, fungsi penambahan nitrit pada proses kuring daging adalah untuk memperoleh warna merah yang stabil. Nitrit akan terurai menjadi nitrit oksida, yang selanjutnya bakal bereaksi dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobin.

Meskipun nitrit sebagai salah satu bahan tambahan pangan memberikan banyak keuntungan, ternyata dari berbagai penelitian telah dibuktikan bahwa nitrit dapat membentuk nitrosamin yang bersifat toksik dan karsinogenik. Nitrosodimetilamin hasil reaksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan bersifat karsinogen kuat yang bisa memicu penyakit tumor pada beberapa organ tikus percobaan.

Jenis bahan pengawet dan dosis maksimum yang diizinkan pada sosis berdasarkan SNI 01-0222-1995 adalah belerang dioksida (450 mg/kg), kalium nitrat (500 mg/kg), kalium nitrit (125 mg/kg), natrium nitrat (500 mg/kg), serta natrium nitrit (125 mg/kg). Jenis pewarna yang biasa digunakan pada sosis adalah eritrosin dan merah allura, masing-masing dengan kadar maksimal 300 mg/kg.

Jenis Casing
Terdapat tiga jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet.

Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan.

Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak.

Nilai Gizi  

Sosis merupakan produk olahan daging yang mempunyai nilai gizi tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya.
Produk olahan sosis kaya energi dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan kolesterol dan sodium yang cukup tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan penyakit jantung, stroke, dan hipertensi jika dikonsumsi berlebihan.

Ketentuan mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01–3820-1995) adalah: kadar air maksimal 67 persen, abu maksimal 3 persen, protein minimal 13 persen, lemak maksimal 25 persen, serta karbohidrat maksimal 8 persen. 

Kenyataannya, banyak sosis di pasaran yang memiliki komposisi gizi jauh di bawah standar yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan pemakaian jumlah daging kurang atau penggunaan bahan tidak sesuai komposisi standar sosis.

Sosis ikan adalah salah satu olahan yang dibuat dari pasta ikan yang ditambah dengan bumbu-bumbu, kemudian dibungkus/dikemas dengan usus kambing atau pengemas lainnya yang biasa disebut “Casing”.Jenis-jenis ikan yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat sosis ikan adalah ikan kakap, tenggiri, ekor kuning, taking-talang dan ikan remang. Di samping itu ada beberapa jenis ikan dasar yang merupakan hasil samping tangkapan udang (golongan trasfish) seperti bloso, selanget, kuniran, mata besar, tigawaja, dll.
Jenis-jenis ikan tersebut termasuk ikan yang harganya relatif murah, berkulit keras tetapi dagingnya mengandung protein yang sama dengan jenis ikan lain. Ikan yang berwarna putih/krem, bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sosis ikan. Daging ikan dari golongan trasfish biasanya diolah menjadi surimi yang dapat digunakan sebagai bahan baku sosis ikan.

Bumbu-bumbu dan Bahan Penyerta

Bumbu-bumbu yang diperlukan untuk pembuatan sosis ikan adalah
  1. garam : 2,5 % – 3 %
  2. gula halus : 1,5 %
  3. merica/lada : 0,5 %
  4. minyak goreng : 2,5 % – 3 %
  5. bumbu masak : 0,7 %
  6. condiment : 2 %
    ( dibuat dari campuran bawang merah, bawang putih dan jahe dengan perbandingan 15 : 3 : 1 ).
Selain bumbu, digunakan juga bahan-bahan penyerta antara lain :
  1. tepung tapioca 10 %
  2. putih telur ( untuk 1 kg daging ikan digunakan 2 putih telur )
  3. usus kambing atau bahan casing lainnya sesuai kebutuhan
  4. es batu secukupnya
Persentase bumbu-bumbu dan bahan pembantu dihitung berdasarkan berat
daging ikan.

Cara Pembuatan Sosis Ikan

  • Pembuatan Adonan
Pertama-tama ikan difillet kemudian diambil dagingnya dan giling hingga lumat / halus. Kamudian tambahkan garam sedikit demi sedikit pada daging yang telah halus dan diaduk hingga merata.
Masukkan minyak goreng, aduk terus sampai tercampur rata. Tambahkan tepung tapioca sedikit demi sedikit sambil terus diaduk. Kemudian berturut-turut masukkan gula halus, merica halus, condiment, bumbu masak, dan putih telur dan diaduk sampai homogen. Masukkan bongkahan-bongkahan es batu pada saat pencampuran/pengadukan, sehingga diperoleh sosis ikan dengan elastisitas yang baik .
  • Pengisian Adonan Ke dalam Casing
Adonan yang telah siap dimasukkan ke dalam “stufler” lalu isikan ke dalam casing (usus kambing) dengan cara menekan/menyemprotkan. Usahakan tidak terdapat rongga-rongga udara di dalam casing tersebut. Tentukan ukuran panjang sosis yaitu kira-kira 4 – 6 cm, kemudian ikat dengan tali, biarkan sampai beberapa ikatan.
  • Perebusan
Perebusan sosis ikan dilakukan dengan cara merebus sosis ke dalam air panas dengan suhu + 60 C selama 20 menit. Kemudian rebus kembali dalam air panas dengan suhu 90 C hingga matang. Setelah matang angkat dan tiriskan.
  •        Penyimpanan dan Penyajian
Untuk memperpanjang daya awet, sosis ikan dapat disimpan pada suhu rendah di lemari es. Sebelum disimpan, sosis ikan sebaiknya diasap terlebih dahulu.
Apabila akan disajikan,terlebih dahulu Sosis ikan digoreng dengan margarine/mentega ( 3 – 5 menit ). Sebagai pelengkapnya dapat pula diberi sambal dan saus tomat.

PRODUKSI TULANG IKAN

Pendahuluan 
Pembuatan cangkang kapsul dari gelatin tulang ikan sangat penting artinya
untuk negara Indonesia yang mayoritas warganya adalah muslim. Hal ini berkaitan
dengan hukum syariat islam yang mewajibkan pengikutnya untuk mengkonsumsi
sesuatu yang jelas kehalalannya. Gelatin yang terbuat dari tulang ikan sangat terjamin
kehalalannya sedangkan gelatin yang terbuat dari tulang hewan mamalia masih
diragukan kehalalannya baik dari jenisnya seperti babi atau proses penyembelihan
atau pemotongannya misalnya dalam menyembelih tidak menyebut Asma Allah dan
memotong tidak melalui urat leher. Isu-isu lain yang dapat mengkwatirkan
pemakaian gelatin dari hewan mamalia terutama sapi adalah maraknya berita tentang
penyakit sapi gila (mad cow disease).
Ekstraksi gelatin dari tulang ikan merupakan usaha pemanfaatan limbah
industri pengolahan ikan yaitu dari industri pengalengan dan filet. Selama ini tulang
ikan sebagai limbah belum termanfaatkan secara optimal, yaitu hanya digunakan
untuk bahan pembuatan pakan atau pupuk sehingga nilai ekonomisnya sangat kecil.
Selain itu, pemanfaatan tulang ikan sebagai bahan baku gelatin merupakan
pengolahan bersih (cleaner production) dari pengolahan ikan. Produksi bersih
merupakan konsep pengolahan untuk mengurangi dampak terhadap pencemaran
lingkungan.
Proporsi tulang ikan terhadap tubuh ikan mencapai 12,4 persen. Tulang ikan
yang dihasilkan dari industri filet nila pada tahun 2003 sekitar 900 ton sedangkan dari
pengalengan ikan tuna sekitar 5.803 ton. Umumnya rendemen gelatin dari tulang ikan
sekitar 12 persen, sehingga diperkirakan gelatin yang dapat diperoleh dari 6.703 ton
tulang ikan adalah 804,6 ton (Abudullah, 2005).
Produksi gelatin dari tulang ikan yang sangat besar tersebut, dapat membantu
pemerintah dalam meningkatkan pendapatan domistik brutonya. Hal ini disebabkan
untuk memenuhi kebutuhan gelatin dalam negeri selama ini masih mengimpor
seluruhnya. Impor gelatin sejak tahun 2000 terus meningkat dan pada tahun 2003
telah mencapai 6.233 ton dengan nilai Rp. 69.622.370.000,-. Negara pemasok gelatin
ke Indonesia tiga terbesar adalah China (3.877 ton), Jepang (969 ton) dan Perancis
(278 ton). (Departemen Kelautan dan Perikanan dalam Abdullah, 2005).
Dengan demikian sangat penting dilakukan serangkaian penelitian yang
diawali dengan mengkarakterisasi sifat fisikkimia dan proksimat gelatin hasil ektrasi
dari tulang ikan sebagai langkah awal untuk memulai produksi gelatin dari tulang
ikan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kapsul dengan sifat
termomikanik yang sebanding dengan kapsul yang terbuat dari gelatin sumber
lainnya. Kapsul yang terbuat dari gelatin ikan ini akan terjamin

Gelatin
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang,
dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana
glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang
menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin
(Chaplin, 2005).
Asam-asam amino saling terikat melalui ikatan peptida membentuk gelatin.
Pada Gambar 2 dapat dilihat susunan asam amino gelatin berupa Gly-X-Y dimana X
umumnya asam amino prolin dan Y umumnya asam amino hidroksiprolin. Tidak
terdapatnya triptofan pada gelatin menyebabkan gelatin tidak dapat digolongkan
sebagai protein lengkap (Grobben, et al. 2004)

Berat molekul gelatin rata-rata berkisar antara 15.000 – 250.000. Menurut
Chaplin (2005), berat molekul gelatin sekitar 90.000 sedangkan rata-rata berat
molekul gelatin komersial berkisar antara 20.000 – 70.000
Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses
pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku
diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan
sebutan proses asam. Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang
diaplikasikan adalah perlakuan basa. Proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997).
Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam adalah tulang dan
kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada proses basa adalah
tulang dan kulit jangat sapi. Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikatagorikan
sebagai gelatin tipe A. Secara ekonomis, proses asam lebih disukai dibandingkan
proses basa. Hal ini karena perendaman yang dilakukan dalam proses asam relatif
lebih singkat dibandingkan proses basa.
Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan berikut:
1. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai
3. Perubahan konfigurasi rantai
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol,
propilen glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon
tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organic lainnya. Menurut Norland
(1997), gelatin mudah larut pada suhu 71,1oC dan cenderung membentuk gel pada
suhu 48,9 oC. Sedangkan menurut Montero, et al. (2000), pemanasan yang dilakukan
untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 49oC atau biasanya pada suhu 60 –
70oC.
Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel,
membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film,
mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker,
1982). Menurut Utama (1997), sifat-sifat seperti itulah yang membuat gelatin lebih
disukai dibandingkan bahan-bahan semisal dengannya seperti gum xantan, keragenan
dan pektin.
2.3. Pembuatan Gelatin
Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan kedua proses ini terletak pada proses
perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis bahan
yang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metode
ekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbeda-beda (Gilsenan,
et.al, 2000)
Menurut Hinterwaldner (1977), proses produksi utama gelatin dibagi dalam
tiga tahap : 1) tahap persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non
kolagen dari bahan baku, 2) tahap konversi kolagen menjadi gelatin, dan 3) tahap
pemurnian gelatin demean penyaringan dan pengeringan.
Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan tulang. Kulit atau
tulang dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar yang mengandung
deposit-deposit lemak yang tinggi. Untuk memudahkan pembersihan maka
sebelumnya dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1 –2 menit (Pelu, et al.,
1998). Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut degresing,
dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu
antara 32 – 80oC sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum (Wars dan
Courts, 1977).
Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu dilakukan
proses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam kalsium dan garam
lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah lumer disebut ossein
(Utama, 1997). Menurut Wiyono (1992), asam yang biasa digunakan dalam proses
demineralisasi adalah asam klorida dengan konsentrasi 4 – 7 %. Sedangkan menurut
Hinterwaldner (1977), proses demineralisasi ini sebaiknya dilakukan dalam wadah
tahan asam selama beberpa hari sampai dua minggu.
Selanjutnya pada kulit dan ossein dilakukan tahap pengembungan (swelling)
yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen
menjadi gelatin (Surono, et al., 1994). Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan
dengan larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat,
suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung. Sedangkan
asam anorganik yang biasa digunakan adalah asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat
Jenis pelarut alkali yang umum digunakan adalah sodium karbonat, sodium
hidroksida, potassium karbonat dan potassium hidroksida (Choi and Regestein, 2000)
Menurut Ward dan Court (1977) asam mampu mengubah serat kolagen triple
heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam basa hanya mampu
menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah
kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa.
Karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menghidrolisis kolagen. Menurut Utama (1997), tahapan ini harus dilakukan
dengan tepat (waktu dan konsentrasinya) jika tidak tepat akan terjadi kelarutan
kolagen dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang
dihasilkan.
Hasil penelitian Surono et al., (1994) dalam pembuatan gelatin dari kulit ikan
cucut menunjukkan bahwa pada tahap pengembungan kulit lama perendaman yang
terbaik adalah 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 4%. Sedangkan Ariyanti
(1998), dalam pembuatan gelatin dari tulang domba menggunakan larutan HCl 5 %
dengan waktu perndaman 1 –2 hari.
Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang dipanaskan.
Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Suhu minimum
dalam proses ekstraksi adalah 40 – 50oC (Choi and Regenstein, 2000) hingga suhu
100oC (Viro, 1992). Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH
4 – 5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponenkomponen
protein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan
(Hinterwaldner, 1997) Apabila pH lebih rendah perlu penanganan cepat untuk
mencegah denaturasi lanjutan (Utama, 1997).
Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total solid larutan
gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 –
50oC (Choi and Regenstein, 2000) atau 60 – 70oC (Pelu et al., 1994). Pengecilan
ukuran dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan sehingga proses dapat
berlangsung lebih cepat dan sempurna. Dengan demikian gelatin yang dihasilkan
lebih reaktif dan lebih mudah digunakan (Utama, 1997)

Tulang ikan
Degreasing (penghilangan lemak).
Direndam pada air mendidih selama 30 menit
Pengecilan ukuran 2 – 5 cm2
Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam)
Ossein
Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6 – 7)
Ekstraksi dalam Waterbath pada suhu 90oC selama 7 jam
Ekstrak disaring
Dipekatkan dengan Evaporator
Dikeringkan dengan oven pada suhu 50oC selama 24 jam
Pengecilan ukuran/penepungan
Pengamatan
Rendemen, proksimat dan fisikokimianya


Rendemen Gelatin
Nilai rendemen dari suatu pengolahan bahan merupakan parameter yang
penting diketahui untuk dasar perhitungan analisis finansial, memperkirakan jumlah
bahan baku untuk memproduksi produk dalam volume tertentu, dan mengetahui
tingkat efisiensi dari suatu proses pengolahan. Nilai rendemen gelatin dari ekstraski
berbagai jenis tulang ikan dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 1.

Minggu, 15 Mei 2011

KIAMAT DI BABO,PAPUA BARAT

Ini kisah lama, sekitar 75 tahun yang lalu, mungkin masih menarik untuk diketahui lebih luas sebab selama ini hanya tersimpan di buku-buku lama, yang sulit terbuka untuk umum.
Ini kisah eksplorasi minyak di Papua, pulau terakhir yang dieksplorasi Belanda di Indonesia.
Tahun 1935, NNGPM (the Nederlandsche Nieuw-Guinee Petroleum Maatschappij) mulai mengeksplorasi bagian barat Papua (Vogel Kop - Bird’s Head, alias Kepala Burung) seluas 10 juta hektar.
Pulau besar ini belum pernah dipetakan, peta yang ada hanya peta topografi kasar dalam rangka patroli militer. Maka tim besar di bawah pimpinan Dr A.H. Colijn, manajer eksplorasi dari Tarakan, mulai melakukan perkerjaan raksasa memetakan geologi Papua. Dengan berbagai pertimbangan, NNGPM memilih Babo di Teluk Berau sebagai basecamp. Pekerjaan pemetaan di area yang sangat luas ini dilakukan pertama kali menggunakan pesawat terbang. Pesawat amfibi Sikorski yang bisa mendarat di air ditugaskan untuk pekerjaan ini. Para pilot pesawat ini mesti pandai-pandai membaca cuaca yang sering berkabut dan berubah di atas Papua, mereka pun mesti pandai bermanuver di antara celah-celah tebing batuan gamping di beberapa pegunungan Papua. Dari ketinggian 12.000 kaki, beberapa formasi geologi bisa diketahui. Ini adalah pekerjaan awal -semacam reconnaissance survey.
Pekerjaan selanjutnya, yang jauh lebih menantang adalah ground survey. Torehan banyak sungai di Papua menolong para geologists Belanda memetakan geologi wilayah besar ini. Para kru lapangan semuanya adalah suku2 dari banyak wilayah
di Indonesia : Dayak, Manado, Ambon, Jawa, Batak, dan Banda. Suku Papua sendiri kelihatannya tak ada sebab pada zaman itu diceritakan bahwa mereka masih merupakan suku pengayau alias pemenggal kepala yang diceritakan tentara Inggris di perbatasan PNG-Papua sebagai suku pelintas batas yang suka mengejar musuhnya melewati garis batas demarkasi.
Para geologists yang memetakan geologi Papua memilih camp-nya di perahu, ini jauh lebih nyaman daripada di dalam hutan yang sangat lebat. Setiap perahu dilengkapi dengan : listrik dari genset, radio, kulkas, lampu2, dan bak mandi untuk berendam dengan cukup nyaman. Mandi harus di atas perahu sebab bila mandi di sungai akan menjadi santapan ramai-ramai para buaya. Detasemen militer tentu selalu berjaga mengawal para geologists dan kru-nya ini, maklum mereka berada di wilayah yang alam dan penduduknya dinilai tidak ramah.
Lama-kelamaan, bumi Papua pun mulai terpetakan dan terbuka. Beberapa wilayah telah dibuka untuk dibangun jalan, dan bahkan beberapa sumur pertama telah dibor : Wasian, Klamono, Jef Lio, Kasim. Pemukiman2 para pendatang mulai meramaikan bagian barat Papua, perahu2 kecil yang pada awalnya kecil telah menjadi kapal-kapal besar bermotor dengan nama : Jan Carstenz, Soedoe, Moeara, Boelian, Minjak Tanah, dan Casuaris. Desa Papua Babo, di sebuah pulau delta kecil Sianiri Besar, tetap dipilih sebagai base. Ini karena posisinya yang berada di tengah di antara wilayah eksplorasi NNGPM. Sungai di depannya, Sungai Kasira,
juga cukup dalam untuk kapal-kapal besar berlabuh. Meskipun deltanya tentu saja berawa-rawa, tetapi Babo base terletak diatas bukit berkerikil setinggi 30 kaki dan masih aman dari pasang naik di sekitarnya. Di bukit ini kantor NNGPM dibangun, juga pemukiman para pekerjanya. Dan di sekitar Babo ada ruang luas yang telah dibuka tempat dibangun aerodrom, hanggar, perbengkelan, rumah sakit, lapangan golf, dan bioskop (bayangkan di tepi hutan Papua yang terpencil, pada tahun 1930-an telah ada lapangan golf).
Suku2 Papua pun mulai mau bekerja sama dengan para pendatang ini. Sebelumnya, mereka jarang melihat para pendatang berkulit putih, kecuali para pemburu burung cenderawasih atau para pedagang Cina. Orang2 Papua ini diperkerjakan NNGPM untuk membongkar muat barang-barang dari kapal2 yang berlabuh di depan Babo dan menarik batang2 pohon dari sekitar hutan Babo untuk membangun perumahan. Bahkan, mereka juga mau berbulan-bulan meninggalkan kampung2nya membantu NNGPM membuka hutan. Mereka bekerja untuk “Tuan Merah”, begitu mereka memanggil tuan-tuan Belanda ini (mungkin karena muka Belanda ini merah bila kepanasan).
Dari suku pemburu menjadi suku pekerja, tentu sebuah perubahan budaya yang besar buat mereka. Diceritakan bahwa suku-suku Papua ahli menggunakan tombak, busur dan anak panah. Keahlian ini telah menjadi rezeki untuk seluruh kru sebab mereka
bisa dengan mudah makan daging segar kanguru, babi, dan merpati hutan. Mereka meninggalkan kewajiban mengolah sagu kepada para perempuan di sukunya. Sebelum kedatangan NNGPM, suku2 Papua ini masih menggunakan cangkang kerang sebagai alat pembayaran, kini mereka mempunyai uang Belanda sebagai upah mereka bekerja. Dan saat mereka membawa uang Belanda ke toko-toko yang baru dibuka, mereka begitu takjub bisa mendapatkan barang2 yang semula tak mereka lihat. Dan, standar hidup
suku Papua pun meningkat dengan cepat. Mereka mengalami revolusi budaya dalam beberapa tahun saja, jauh lebih cepat daripada lebih dari 1000 tahun sejak nenek moyangnya mulai mendiami wilayah ini.
Para pekerja Eropa NNGPM pun yang semula hanya laki-laki saja mulai membawa kaum perempuannya ke Babo. Maka komunitas seperti di kota besar pun mulai tumbuh, laki-laki perempuan bercampur baur. Bila ada kelahiran anak, maka bendera di kantor NNGPM dinaikkan, bila ada anak kembar lahir; maka dua bendera NNGPM akan dikibarkan. Rute2 penerbangan keluarga mulai ada, sekaligus membawa semua keperluan untuk komunitas. Inilah cikal bakal penerbangan ke Papua. Pada tahun 1940, diresmikan layanan terbang ke wilayah ini “Groote Oost Luchtvaart” (Great East Flight) oleh KNILM (Koninklijke Nederlandsch
Indische Luchtvaart Maatschappij) yang punya airport di Babo.
Semua pesta2 penting tentu saja diadakan dengan meriah : Kelahiran Ratu Belanda, festival St Nicholas, Natal, dan Tahun Baru. Setiap malam minggu ada pemutaran film di bioskop perusahaan, ada pertandingan hoki, sepak bola, tenis dan golf. Para wanita Belanda pun dengan bantuan suku2 asli yang telah menjadi pekerja NNGPM punya hobi baru yaitu mengumpulkan anggrek hutan dari berbagai varietas. Para botanist dan zoologist amatir mulai bermunculan dengan kayanya flora dan fauna Papua ini. Komunitas ini pun menghasilkan para etnograf amatir yang meneliti para suku2 Papua di sekitar Babo. Suatu hari, Mr. Wissel, seorang insinyur NNGPM terbang di atas Punggung Papua (Pegunungan Tengah) Papua dan menemukan beberapa danau besar di sekitar wilayah Enarotali sekarang. Pantai danau ini dihuni oleh suku2 Papua yang belum dikenal sama-sekali oleh dunia
luar. Saat Wissel turun dari pesawat, ia disambut sebagai “dewa dari langit”. Kemudian, danau ini sekarang terkenal sebagai Danau Wissel.
Hubungan baik terbina, beberapa orang suku Papua penghuni pantai danau ini pernah diterbangkan ke Babo untuk operasi darurat.
Begitulah sekelumit sejarah pembukaan wilayah Papua di Kepala Burung. Membuka semuanya : pengetahuan geologi, membawa minyak ke permukaan (lapangan Klamono, Mogoi, Wasian, dll.), dan membuka keterpencilan suku-suku Papua. Ini sebuah
contoh bagaimana minyak bisa membuka dunia yang semula “back of beyond”.
Teman-teman ex Petromer Trend (kini PetroChina) yang menemukan lapangan2 besar di Salawati awal tahun 1970-an (misal Walio dan Kasim), BP yang sedang mengembangkan Tangguh di Berau Bay, dan Genting Kasuri yang mau memulai survey di wilayah ex Babo, pasti punya cerita tersendiri dan terkini membuka Kepala Burung ini; saya hanya menceritakan sedikit masa lalunya.
Ketika BP me-renovasi Bandara Babo, memang banyak ditemukan Ranjau-ranjau Jepang dan juga sisa-sisa pesawat tempur Jepang yang menandakan bahwa Jepang juga menjadikan Babo sebagai basenya waktu itu.
Sebenarnya yang menanam ranjau darat (land-mines) di sekitar Babo itu bukan Jepang, tetapi karyawan NNGPM sendiri dalam rangka bersiap menyambut kedatangan Jepang yang mungkin akan menduduki Babo, sebagaimana dilakukan Jepang di lapangan-lapangan minyak lain di Indonesia saat pecah Perang Pasifik Desember 1941.
Menyambung cerita saya tentang awal eksplorasi Papua 1930s, berikut lanjutannya.
Bila cerita kemarin mengisahkan awal peradaban di Babo, maka cerita berikut mengisahkan akhir peradaban di Babo.
“Kiamat di Babo” mungkin sebuah judul yang berlebihan, tetapi begitulah mungkin perasaan para karyawan NNGPM dan keluarganya saat bom-bom mulai berjatuhan dari langit oleh pesawat2 tempur Jepang saat mulai pecah Perang Pasifik Desember 1941.
Kegembiraan masyarakat Belanda dan para karyawan NNGPM di tempat terpencil Babo di ujung Teluk Berau, Kepala Burung, tidak berlangsung lama, hanya sekitar setahun, setelah penerbangan umum ke Babo dibuka Belanda pada tahun 1940. Dua bulan dari Desember 1941 sampai awal Februari 1942 semuanya adalah penderitaan, tak ada lagi kegembiraan, tak ada lagi pesta-pesta, tak ada lagi nonton bioskop bersama (lihat cerita saya di bawah). Bahkan, mereka harus “merayakan” malam tahun baru 1942 sambil bertiarap di rawa-rawa Teluk Berau berteman nyamuk2 rawa, sambil ketakutan dimangsa buaya muara Berau.
9 Desember 1941, sebuah sumur tengah dibor di Lapangan Jeflio, Cekungan Salawati. Malam itu, sumur mencapai kedalaman 6275 kaki. Para geologist Belanda memperkirakan pada kedalaman 7000 kaki akan dijumpai lapisan batugamping Miosen yang telah terkenal produktif di daerah itu (inilah Formasi Kais). Tetapi, malam itu juga sumur diperintahkan untuk ditinggalkan sebab genderang Perang Pasifik telah bertalu dengan pemboman Pearl Harbour di Hawaii oleh Jepang. Ketakutan karyawan NNGPM di Jeflio beralasan sebab tentara Jepang telah menyerang Sorong, kota terdekat.
Markas Besar Belanda di Batavia telah memerintahkan Babo untuk mengevakuasi semua perempuan dan anak2 Eropa sesegera mungkin ke Jawa. Maka pada tanggal 17-26 Desember 1941 rombongan pesawat2 KNILM tiba di Babo kemudian segera berangkat membawa para perempuan dan anak2 berkulit putih. Pesawat2 itu lenyap di balik awan di atas Kepala Burung, meninggalkan para suami dan ayah yang melambaikan tangan dengan berat hati. Akankah mereka saling berjumpa lagi ? Sebagian besar tidak…
Para karyawan NNGPM yang semula membawa alat las, tang besar, pipa,dll. tiba-tiba dipersenjatai bedil double-barreled, milisi garnisun segera terbentuk, sekitar 40 orang kulit putih ada di milisi itu. Garnisun ini dibentuk untuk tindakan persiapan siapa tahu Jepang mendarat di Babo. Babo cukup terpencil tempatnya, sehingga tak segera menjadi sasaran Jepang setelah Sorong jatuh.
Kemudian, rencana tindakan perusakan sendiri atas fasilitas2 perminyakan pun dibuat. Ini selalu dilakukan di lapangan-lapangan minyak Belanda di seluruh Indonesia saat Jepang menyerang. Mengapa dirusak ? Sebab, Jepang memerlukan bahan bakar untuk perang. Bila fasilitas perminyakan dirusak, maka Jepang akan sulit mendapatkan bahan bakar untuk menjalankan mesin-mesin perangnya.
Segera setelah Jepang menyerang Pearl Harbour, telah diputuskan bahwa seluruh material berharga dari berbagai lapangan dan pelabuhan kecil di seluruh Kepala Burung dikumpulkan di Babo. Bila waktu mendesak, barang-barang berharga itu dapat segera diungsikan ke Jawa dari Babo menggunakan pesawat, atau kalau waktu begitu mendesak, maka sekalian barang itu dapat segera dihancurkan. Daftar barang2 berharga ini antara lain : mesin bermotor, dinamo, boiler, steam engine, juga alat2 berat seperti traktor dan buldozer. Peralatan bengkel dan gudang juga masuk dalam daftar barang2 siap dievakuasi atau dihancurkan. Beberapa peralatan berat disembunyikan di hutan sekitar Babo sambil berharap Jepang tak akan menemukannya. Stasiun radio pun mulai dihancurkan satu per satu, kecuali satu yang terbesar dipertahankan untuk berhubungan dengan Batavia atau Ambon.
Sementara itu, 200 tentara dari Batavia, terdiri atas orang2 Indonesia, dipimpin Kapten van Muyen dan dua sersan Belanda mendarat di Babo pada Januari 1942. Pasukan ini membawa banyak ranjau. Dan ranjau pun ditanam di bawah mesin-mesin berat yang tak akan dievakuasi, juga ditanam di beberapa tempat yang diperkirakan akan dilalui tentara Jepang saat mendarat di Babo.
Sementara itu, Jepang yang sudah menduduki Sorong, melakukan patroli rutin sepanjang Selat Sele (teman2 PetroChina tentu rutin melalui selat ini saat mereka dari Sorong akan ke KMT -Kasim marine terminal -stasiun pengumpul minyak2 Salawati; saya rutin melalui selat teduh ini saat ke lapangan di Pulau Salawati pada 1997-2000). Dermaga Kasim saat Jepang melakukan patroli telah termasuk yang dihancurkan.
Pada minggu-minggu pertama setelah pecah Perang Pasifik, Jepang tak menunjukkan ketertarikan kepada Babo, sehingga evakuasi ke Jawa bisa dilakukan beberapa kali. Tetapi, setelah hampir sebulan berlalu; tiba-tiba karyawan NNGPM yang tengah melakukan perusakan fasilitasnya sendiri dikejutkan dengan kedatangan sembilan pesawat bomber Jepang dari sebelah utara yang tanpa ampun menjatuhkan bom-bom. “Kiamat di Babo” mulai terjadi.
H.W. Minekus, seorang karyawan NNGPM menulis dalam sebuah laporan, “Kebanyakan dari kami lari dan menjatuhkan diri di parit-parit pinggir jalan. Kemudian pesawat2 Jepang datang kembali, Kami makin melekatkan diri dengan tanah parit sambil gemetaran. Tetapi saat itu tak ada bunyi bom, mungkin mereka sudah kehabisan amunisi. Bomber2 itu pergi ke arah mereka datang.”
Serangan bom ini telah mengejutkan para pegawai NNGPM dari suku asli. Mereka segera lari ke hutan dari mana mereka berasal dan tak pernah keluar lagi. Sementara itu, kuli-kuli bukan suku Papua juga lari ke hutan, tetapi beberapa hari kemudian mereka kembali ke Babo karena kelaparan.
Membalas serangan Jepang, Belanda bekerja sama dengan Tentara Sekutu mendatangkan pesawat2 bomber dari Australia. Karyawan NNGPM menyambut gembira kedatangan pesawat2 ini. Untuk sementara waktu,serangan Jepang dari utara tak muncul lagi. Akhir Januari 1942, pesawat2 ini kembali ke pangkalannya di Australia.
Pada saat yang bersamaan, Jepang berhasil merebut lapangan-lapangan minyak di Bunyu, Tarakan, dan Miri-Sarawak. Ini membuat Batavia memutuskan agar NNGPM merusak semua fasilitas perminyakan dan segera melakukan evakuasi.
25 Januari 1942 pukul 02.00, datang perintah dari komando militer di Belanda agar semua fasilitas perminyakan yang telah dikumpulkan di Babo dihancurkan. Ketika hari masih gelap, pekerjaan penghancuran dimulai. Lapangan terbang dihancurkan menggunakan ranjau-darat. Berdrum-drum minyak ditumpahkan dan kebakaran besar menghancurkan banyak fasilitas. Tangki-tangki air diledakkan. Mesin-mesin dirusak menggunakan palu godam. Banyak barang dibuang ke sungai, termasuk alat-alat berat seperti buldozer dan lori-lori. Lubuk sungai sedalam 36 kaki di Kasira dan Kaitero cocok untuk pembuangan barang2 ini. Laporan-laporan geologi, laporan sumur, contoh2 batuan dan banyak dokumen dibakar di belakang gedung kantor sebelum gedungnya pun dibakar. Yang tidak dirusak hanyalah stasiun pembangkit listrik, yang akan disisakan sampai evakuasi dimulai. Tanggal 1 Februari Ambon jatuh, evakuasi harus segera dimulai.
Awal Februari 1942, lenyaplah semua peradaban perminyakan di Babo, tak sampai sepuluh tahun berjalan sejak dimulai pada pertengahan 1930-an.
Evakuasi semua pekerja dan keluarganya yang masih tertinggal dimulai. Evakuasi akan dilakukan ke Dobo di Kepulauan Aru, bukan ke Jawa karena kuatir Jepang akan menyerang Jawa, pusat pemerintahan Belanda di Hindia Belanda. Keputusan tepat sebab Jepang menyerang Jawa dan menjatuhkannya pada Maret 1942. Evakuasi karyawan di Babo dilakukan dari Sungai Kaitero melalui Taniba. Setelah melintasi hutan rawa dan hutan perbukitan Taniba, rombongan tiba di Teluk Arguni. Di teluk ini, dua kapal NNGPM menunggu : Soedoe dan Minjak Tanah. Kedua kapal ini membawa rombongan ke Dobo, Kepulauan Aru.
Minekus, karyawan NNGPM menceritakan evakuasi ini, “Kami merasa susah mesti melalui sungai-sungai kecil berawa-rawa berlumpur coklat. Sebuah perjalanan yang sangat menyiksa melalui daerah tak berpenduduk yang hanya dihuni bakau-bakau yang tinggi. Tanda-tanda kehidupan hanyalah suitan burung kakatua putih di atas kami. Kami juga mesti berjalan cepat sebelum pasang naik menyergap. Ketika kami sampai di perbukitan, pemandangan lumayan indah, tetapi di sepanjang perjalanan kami melihat kampung2 suku Papua yang sudah ditinggalkan.”
Demikianlah sekelumit kisah berakhirnya peradaban perminyakan di Babo yang disusun berdasarkan laporan-laporan Belanda NNGPM.
Minyak membuka dan menutup peradaban di Babo. Semoga tak terulang lagi.

Salam Ucy Hy